Jumat, 05 April 2013

Penderitaan : Anak Kerang

“Kita seringkali belajar jauh lebih banyak
lewat penderitaan ketimbang lewat
kesenangan. Yang kita butuhkan hanyalah
belajar mencari sisi positif dari apa yang
tampaknya ‘lembah’ itu untuk mencapai
‘puncak’ yang gilang gemilang.” Xavier
Quentin Pranata
Pada suatu hari seekor anak kerang di
dasar laut mengadu dan mengaduh pada
ibunya sebab sebutir pasir tajam
memasuki tubuhnya yang merah dan
lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil
bercucuran air mata, “Tuhan tidak
memberikan pada kita bangsa kerang
sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa
menolongmu. Sakit sekali, aku tahu
anakku. Tetapi terimalah itu sebagai
takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan
terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu
melawan rasa ngilu dan nyeri yang
menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah
perutmu. Hanya itu yang bisa
kauperbuat,” kata ibunya dengan sendu
dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat
bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit
bukan alang kepalang. Kadang di tengah
kesakitannya, ia meragukan nasihat
ibunya. Dengan air mata ia bertahan,
bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa
disadarinya sebutir mutiara mulai
terbentuk dalam dagingnya. Makin lama
makin halus. Rasa sakit pun makin
berkurang. Dan semakin lama mutiaranya
semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa
lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir
mutiara besar, utuh mengkilap, dan
berharga mahal pun terbentuk dengan
sempurna. Penderitaannya berubah
menjadi mutiara, airmatanya berubah
menjadi sangat berharga. Dirinya kini,
sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih
berharga daripada sejuta kerang lain yang
cuma disantap orang sebagai kerang rebus
di pinggir jalan.
Untuk Direnungkan : Ada pepatah dalam
bahasa Inggris yang bagus sekali. “No
pain, no gain” dan “No sweet without
sweat”. Di dalam bahasa Indonesia ada
pantun yang mirip artinya. “Berakit-rakit
ke hulu, berenang-renang kemudian.
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang
kemudian.”

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates