Suatu hari aku berjalan melalui pasar.
Bertepatan dengan kumandang adzan,
aku melihat seorang wanita. Wanita itu
ganjil cantiknya. Dia berpaling kepadaku
seolah-olah tahu bahwa aku
memperhatikannya. Malah dia
memberikanku anggukan kecil penuh
makna sebelum dia berpaling di satu
sudut menuju ke lorong penjual sutra.
Bagaikan terkena panah halilintar, aku
serta-merta tertarik, hatiku terpukau
dengan wanita itu. Dalam kepayahan
aku berdebat dengan hatiku,
memberikan satu demi satu alasan
untuk meneruskan langkahku ke masjid
untuk melaksanakan sholat yang sudah
waktunya, namun perdebatan ternyata
gagal. Aku memutuskan untuk mengikut
wanita tersebut.
Aku bergegas mengejar wanita itu,
nafasku habis dan terengah manakala
wanita itu tanpa disangka
mempercepat langkahnya. Dia telah
berada jauh beberapa kedai di hadapan.
Seketika dia memalingkan wajahnya
padaku, serasa aku dapat melihat
cahaya senyuman nakal wanita itu
dibalik purdah hitamnya. "Adakah ini
khayalanku saja?" bisik hatiku. Akalku
seolah-olah tidak berfungsi pada waktu
itu.
"Siapakah wanita itu?"
Aku memantapkan langkahku dan
memasuki lorong dimana wanita itu
kulihat masuk. Wanita itu terus
melangkah dan senantiasa jauh
dihadapanku, masih belum dapat aku
kejar, semakin jauh dan jauh. Aku
menjadi penasaran dan terus
mengejarnya.
"Apakah wanita itu orang gila?" hatiku
berbisik
Semakin jauh nampaknya wanita itu
berjalan hingga ke penghujung bandar.
Mentari turun dan tenggelam, dan
wanita tersebut masih berada jauh di
hadapanku. Sekarang, kami berada di
tempat yang tidak disangka, sebuah
perkuburan lama.
Kalaulah aku sadar seperti biasanya,
pasti aku akan merasa gemetar, tapi
aku terfikir, tempat yang lebih ganjil dari
ini biasa dijadikan tempat pasangan
kekasih memadu asmara. Dalam 60
langkah di antara kami aku melihat
wanita itu memandang ke arahku,
menunjuk arah, kemudian turun ke
tangga dan melalui pintu bangunan
sebuah kubur tua.
Kalaulah aku tidak diamuk senyuman
wanita itu tadi, pasti aku berhenti
sebentar dan memegun masa, tapi
sekarang tiada guna berpaling arah,
aku menuruni tangga tersebut dan
mengekori wanita itu ke dalam
bangunan kubur itu. Di dalam bilik
bangunan kubur itu, kudapati wanita itu
duduk di atas ranjang yang mewah,
berpakaian serba hitam masih
berpurdah, bersandar pada bantal yang
diletak pada dinding, diterangi cahaya
lilin pada dinding bilik itu. Di sebelah
ranjang itu, aku terpandang sebuah
lubang perigi. "Kuncikan pintu itu," kata
wanita itu, dengan suara yang halus
gemersik seumpama berbisik, "dan
bawakan kuncinya."
"Buangkan kunci tersebut ke dalam
perigi itu," kata wanita itu. Aku
tergamam sebentar, kalaulah ada saksi
di situ, pasti saksi itu dapat melihat
gamamku. "Buang-lah," ujar wanita itu
sambil ketawa" tadi apakah kau tidak
berfikir panjang untuk meninggalkan
sholatmu untuk mengekoriku kemari?"
Tempelak wanita itu lagi. Akupun
terdiam.
"Waktu maghrib sudah hampir selesai"
kata wanita itu bernada sedikit
menyindir. "Apa yang kau risaukan?
Pergilah buangkan kunci itu, kau mau
aku memuaskan nafsumu bukan?" Aku
terus membuang kunci pintu tersebut ke
dalam perigi, dan memperhatikan kunci
itu jatuh. Perutku terasa bersimpul
tatkala tidak ada lagi bunyi yang
terdengar ketika kunci itu jatuh ke
dalam lantai perigi. Aku berasa kagum,
kemudian takut.
"Tibalah waktunya untuk melihat aku"
kata wanita tersebut, dan dia
mengangkat purdahnya untuk
memperlihatkan wajah sebenarnya.
Bukan wajah segar seorang gadis
remaja, tapi yang aku lihat hanyalah
wajah yang mengerikan, jijik, hitam dan
keji, tanpa satu zarah cahaya kelihatan
pada alur kedut ketuaannya" Pandang
aku sungguh-sungguh!" kata wanita itu
lagi.
"Namaku Dunia. Aku kekasihmu. Kau
habiskan masamu mengejarku, sekarang
kau telah memiliki diriku. Didalam
kuburmu. Mari.... Mari...." Kemudian
wanita itu tertawa dan terus tertawa,
sehingga dia hancur menjadi debu, dan
lilin itu padam satu per satu, dan
kegelapanpun menyelubungi suasana
0 komentar:
Posting Komentar