Selasa, 27 Agustus 2013

Asal-Usul Bahasa Sunda

Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27
juta orang dan merupakan bahasa dengan
penutur terbanyak kedua di Indonesia
setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan
sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda
dituturkan di provinsi Banten khususnya
di kawasan selatan provinsi tersebut,
sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali
kawasan pantura yang merupakan daerah
tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa
ini semakin berkurang), dan melebar
hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di
wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda
beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten,
hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang
mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar
bahasa biasanya membedakan enam
dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini
adalah:
Dialek Barat
Dialek Utara
Dialek Selatan
Dialek Tengah Timur
Dialek Timur Laut
Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah
Banten selatan. Dialek Utara mencakup
daerah Sunda utara termasuk kota Bogor
dan beberapa bagian Pantura. Lalu dialek
Selatan adalah dialek Priangan yang
mencakup kota Bandung dan sekitarnya.
Sementara itu dialek Tengah Timur adalah
dialek di sekitar Majalengka. Dialek Timur
Laut adalah dialek di sekitar Kuningan,
dialek ini juga dipertuturkan di beberapa
bagian Brebes, Jawa Tengah. Dan akhirnya
dialek Tenggara adalah dialek sekitar
Ciamis.
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di
sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang
dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian,
bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian
barat Jawa Tengah, khususnya di
Kabupaten Brebes dan Cilacap. Banyak
nama-nama tempat di Cilacap yang masih
merupakan nama Sunda dan bukan nama
Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur,
Cimanggu, dan sebagainya. Ironisnya,
nama Cilacap banyak yang menentang
bahwa ini merupakan nama Sunda.
Mereka berpendapat bahwa nama ini
merupakan nama Jawa yang "disundakan",
sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali
ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa
Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah
penuturannya sampai di sekitar Dataran
Tinggi Dieng di Jawa Tengah, berdasarkan
nama "Dieng" yang dianggap sebagai
nama Sunda (asal kata dihyang yang
merupakan kata bahasa Sunda Kuna).
Seiring mobilisasi warga suku Sunda,
penutur bahasa ini kian menyebar.
Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau dan
Kalimantan Selatan banyak sekali, warga
Sunda menetap di daerah baru tersebut.
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan
Abjad Latin dan sangat fonetis. Ada lima
suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal
netral, (e (pepet) dan eu (ɤ), dan tidak ada
diftong. Fonem konsonannya ditulis
dengan huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny,
m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari
bahasa Indonesia diubah menjadi
konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh
-> s, z -> j, and kh -> h.
Undak-usuk
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa
kekuasaan kerajaan Mataram-Islam,
bahasa Sunda - terutama di wilayah
Parahyangan - mengenal undak-usuk atau
tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa
halus, bahasa loma/lancaran, hingga
bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah
pedesaan/pegunungan dan mayoritas
daerah Banten, bahasa Sunda loma (bagi
orang-orang daerah Bandung terdengar
kasar) tetap dominan. Di bawah ini
disajikan beberapa contoh.
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal)
Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
di atas .. di luhur .. di luhur ..
di belakang .. di tukang .. di pengker ..
di bawah .. di handap .. di handap ..
di dalam .. di jero .. di lebet ..
di luar .. di luar .. di luar ..
di samping .. di samping .. di gigir ..
di antara ..
dan ..
di antara ..
jeung ..
di antawis ..
sareng ..
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal)
Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
sebelum saacan sateuacan
sesudah sanggeus saparantos
ketika basa nalika
Besok Isukan Enjing
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal)
Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
Dari Tina Tina
Ada Aya Nyondong
Tidak Embung Alim
Saya Urang Abdi
Bahasa Sunda memiliki catatan tulisan
sejak milenium kedua, dan merupakan
bahasa Austronesia ketiga yang memiliki
catatan tulisan tertua, setelah bahasa
Melayu dan bahasa Jawa. Tulisan pada
masa awal menggunakan aksara Pallawa.
Pada periode Pajajaran, aksara yang
digunakan adalah aksara Sunda Kaganga.
Setelah masuknya pengaruh Kesultanan
Mataram pada abad ke-16, aksara
hanacaraka (cacarakan) diperkenalkan dan
terus dipakai dan diajarkan di sekolah-
sekolah sampai abad ke-20. Tulisan
dengan huruf latin diperkenalkan pada
awal abad ke-20 dan sekarang
mendominasi sastra tulisan berbahasa
Sunda.
Bilangan Lemes
1 hiji
2 dua
3 tilu
4 opat
5 lima
6 genep
7 tujuh
8 dalapan
9 salapan
10 sapuluh

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates