Minggu, 18 November 2012

Kisah 25 Nabi dan Rasul - Nabi Hud AS -

baiklah sobat kali ini kita akan
membahas kisah Nabi Hud AS pada
zaman rasul. Berakhirlah kisah kaum
nabi Nuh As, Sedangkan minoriti
antara mereka dapat kembali
memakmurkan bumi sebagai wujud
dari sunatullah dan janji-Nya:
Sedangkan janji Allah SWT kepada
Nabi Nuh adalah:
"Dan kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang takwa." (QS.
al-Qashash: 83)
Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi
Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah
dengan selamat dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang beriman) dari
orang-orang yang bersamamu. Dan
ada pula umat-umat yang Kami beri
kesenangan pada mereka (dalam
hehidupan dunia), kemudian mereka
akan ditimpa azab yang pedih dari
Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah roda kehidupan dan
datanglah janji Allah SWT. Setelah
datangnya taufan, tiada yang tersisa
dari manusia di muka bumi kecuali
orang-orang yang beriman. Tiada
satu hati yang kafir pun berada di
muka bumi dan syaitan mulai
mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah tahun demi tahun, lalu
matilah para orang tua dan anak-
anak, dan datanglah anak dari anak-
anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi
Nuh dan mereka kembali
menyembah berhala. Manusia
menyimpang dari penyembahan
yang semata-mata untuk Allah SWT.
Akhirnya, tipuan kuno berulang
kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh
berkata: "Kita tidak ingin melupakan
kakek kita yang Allah SWT
selamatkan mereka dari taufan."
Oleh kerana itu, mereka membuat
patung-patung orang-orang yang
selamat itu yang dapat mengingatkan
mereka dengannya. Dan
pengagungan ini semakin
berkembang generasi demi generasi,
namun akhimya penghormatan itu
berubah menjadi penghambaan.
Patung- patung itu berubah - dengan
bisikan syaitan - menjadi tuhan
selain Allah SWT. Dan bumi kembali
mengeluhkan kegelapan. Lalu Allah
SWT rnengutus junjungan kita Nabi
Hud di tengah-tengah kaumnya.
Nabi Hud AS adalah keturunan Sam
bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus
kepada kaumnya yang bernama
kaum “Ad”, suatu kaum yang
bertempat tinggal di sebelah utara
Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad
adalah kaum yang sangat mahir
membikin benteng yang kokoh dan
kuat, tetapi sayang, mereka
menyembah berhala.
Al-Qur'an menyingkap ceritanya
setelah diutusnya Nabi Hud untuk
membawa agama kepada manusia.
Nabi Hud berasal dari kabilah yang
bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di
suatu tempat yang bernama al-
Ahqaf. la adalah padang pasir yang
dipenuhi dengan gunung-gunung
pasir dan tampak dari puncaknya
lautan. Adapun tempat tinggal
mereka berupa tenda-tenda besar
dan mempunyai tiang-tiang yang
kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal
dengan kekuatan fisik di saat itu, dan
mereka juga memiliki tubuh yang
amat tinggi dan tegak sampai-sampai
mereka mengatakan seperti yang
dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang
lebih kuat daripada kami.'" (QS.
Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu yang
dapat menandingi kekuatan mereka.
Meskipun mereka memiliki
kebesaran tubuh, namun mereka
memiliki akal yang gelap. Mereka
menyembah berhala dan
membelanya bahkan mereka siap
berperang atas namanya. Mereka
malah menuduh nabi mereka dan
mengejeknya. Selama mereka
menganggap bahawa kekuatan
adalah hal yang patut dibanggakan,
maka seharusnya mereka melihat
bahawa Allah SWT yang menciptakan
mereka lebih kuat dari mereka.
Sayangnya, mereka tidak melihat
selain kecongkakan mereka. Nabi
Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah
yang tiada tuhan lain bagi kalian
selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu adalah perkataan yang sama yang
diucapkan oleh seluruh nabi dan
rasul. Perkataan tersebut tidak
pernah berubah, tidak pernah
berkurang, dan tidak pernah dicabut
kembali. Kaumnya bertanya
kepadanya: "Apakah engkau ingin
menjadi pemimpin bagi kami melalui
dakwahmu ini? Imbalan apa yang
engkau inginkan?" Nabi Hud
memberitahu mereka bahawa ia
hanya mengharapkan imbuhan dari
Allah SWT. Ia tidak menginginkan
sesuatu pun dari mereka selain agar
mereka menerangi akal mereka
dengan cahaya kebenaran. Ia
mengingatkan mereka tentang
nikmat Allah SWT terhadap mereka.
Bagaimana Dia menjadikan mereka
sebagai khalifah setelah Nabi Nuh,
bagaimana Dia memberi mereka
kekuatan fisik, bagaimana Dia
menempatkan mereka di bumi yang
penuh dengan kebaikan, bagaimana
Dia mengirim hujan lalu
menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerosakan dan
mengira bahawa mereka orang-
orang yang terkuat di muka bumi,
sehingga mereka menampakkan
kesombongan dan semakin
menentang kebenaran. Mereka
berkata kepada Nabi Hud:
"Bagaimana engkau menuduh tuhan-
tuhan kami yang kami mendapati
ayah-ayah kami menyembahnya?"
Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang
tua kalian telah berbuat kesalahan."
Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah
engkau akan mengatakan wahai Hud
bahawa setelah kami mad dan
menjadi tanah yang beterbangan di
udara, kita akan kembali hidup?"
Nabi Hud menjawab: "Kalian akan
kembali pada hari kiamat dan Allah
SWT akan bertanya kepada masing-
masing dari kalian tentang apa yang
kalian lakukan."
Setelah mendengar jawaban itu,
meledaklah tertawa dari mereka.
Alangkah anehnya pengakuan Hud,
demikianlah orang-orang kafir
berbisik di antara mereka. Manusia
akan mati dan ketika mati jasadnya
akan rusak dan ketika jasadnya rusak
ia akan menjadi tanah kemudian
akan dibawa oleh udara dan tanah
itu akan beterbangan, lalu
bagaimana semua ini akan kembali
ke asalnya. "Kemudian apa
pengertian adanya hari kiamat?
Mengapa orang-orang yang mati
akan bangkit dari kematiannya?"
Hud menerima pertanyaan-
pertanyaan ini dengan kesabaran
yang mulia. Kemudian ia mulai
menerangkan pada kaumnya
keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan
kepada mereka bahawa kepercayaan
manusia kepada hari akhir adalah
satu hal yang penting yang
berhubungan dengan keadilan Allah
SWT, sebagaimana ia juga sesuatu
yang penting yang juga berhubungan
dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud menerangkan kepada
mereka sebagaimana apa yang
diterangkan oleh semua nabi
berkenaan dengan hari kiamat.
Sesungguhnya hikmah sang Pencipta
tidak menjadi sempurna dengan
sekadar memulai penciptaan
kemudian berakhirnya kehidupan
para makhluk di muka bumi ini, lalu
setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini
adalah masa tenggang yang pertama
dari ujian. Dan ujian tidak selesai
dengan hanya menyerahkan lembar
jawaban. Harus juga disertai dengan
koreksi terhadap lembar jawaban itu,
memberi nilai, dan menjelaskan
siapa yang berhasil dan siapa yang
gagal.
Manusia selama hidup di dunia tidak
hanya mempunyai satu tindakan; ada
yang berbuat kelaliman, ada yang
membunuh, dan ada yang
melampaui batas. Seringkali kita
melihat orang-orang lalim pergi
dengan bebas tanpa menjalani
hukuman. Cukup banyak orang-
orang yang jahat namun mereka
mendapatkan fasilitas yang mewah
dan mendapatkan penghormatan
serta kekuasaan. Ke mana orang-
orang yang teraniaya akan mengadu
dan kepada siapa orang-orang yang
menderita akan mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya
hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan
tidak selalu menang dalam
kehidupan, bahkan terkadang
pasukan kejahatan berhasil
membunuh dan memperdaya para
pejuang kebenaran. Lalu, apakah
kejahatan ini berlalu begitu saja
tanpa mendapatkan balasan?
Sungguh suatu kelaliman besar
terhampar seandainya kita
menganggap bahawa hari kiamat
tidak pernah terjadi. Allah SWT telah
mengharamkan kelaliman atas diri-
Nya sendiri, dan Dia pun
mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya
hari kiamat, hari perhitungan, hari
pembalasan adalah sebagai bukti
kesempurnaan dari keadilan Allah
SWT. Sebab hari kiamat adalah hari
di mana semua persoalan akan
disingkap kembali di depan sang
Pencipta dan akan di tinjau kembali,
dan Allah SWT akan memutuskan
hukum-Nya di dalam-nya. Inilah
kepentingan pertama tentang hari
kiamat yang berhubungan langsung
dengan keadilan Allah SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan
dengan hari kiamat, yang
berhubungan dengan perilaku
manusia sendiri. bahawa keyakinan
dengan adanya hari akhir,
mempercayai hari kebangkitan,
perhitungan amal, penerimaan
pahala dan siksa, dan kemudian
masuk surga atau neraka adalah
perkara- perkara yang langsung
berkenaan dengan perilaku manusia,
di mana konsentrasi manusia dan
had mereka akan tertuju dengan
alam lain setelah alam ini. Oleh
kerana itu, mereka tidak akan
terbelenggu oleh kenikmatan dunia,
kerakusan kepadanya, dan egoisme
untuk menguasinya. Mereka tidak
perlu gelisah saat mereka tidak
berhasil melihat balasan usaha
mereka dalam umur mereka yang
pendek dan terbatas. Dengan
demikian, manusia semakin meninggi
dari tanah yang menjadi asal
penciptaannya ke roh yang ditiupkan
oleh Tuhannya.
Barangkali persimpangan jalan
antara tunduk terhadap imajinasi
dunia, nilai-nilainya, dan
pertimbangan-pertimbangannya dan
ketergantungan dengan nilai-nilai
Allah SWT yang tinggi dapat
terwujud dengan adanya keimanan
terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah
membicarakan semua ini dan
mereka telah mendengarkannya
namun mereka mendustakannya.
Allah SWT menceritakan sikap kaum
itu terhadap hari kiamat:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka
yang kafir di antara kaumnya dan
yang mendustakan pertemuan
dengan hari kiamat (kelak) dan yang
telah Kami mewahkan mereka dalam
kehidupan dunia: 'Orang ini tidak
lain hanyalah manusia seperti kamu,
dia, makan dari apa yang kamu,
makan, dan meminum dari apa yang
kamu minum. Dan sesungguhnya jika
kamu sekalian menaati manusia yang
seperti kamu, niscaya bila demikian
itu, kamu benar-benar menjadi
orang- orang yang merugi. Apakah ia
menjanjikan kepada kamu sekalian,
bahawa bila kamu telah mati dan
telah menjadi tanah dan tulang
belulang, kamu sesungguhnya akan
dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh,
jauh sekali (dari kebenaran) apa
yang diancamkan kepadamu itu,
kehidupan tidak lain hanyalah
kehidupan kita di dunia ini, kita mati
dan hidup dan sekali-kali tidak akan
dibangkitkan lagi. " (QS. al-
Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud
mendustakan nabinya. Mereka
berkata kepadanya: "Tidak mungkin,
tidak mungkin." Mereka keheranan
ketika mendengar bahawa Allah SWT
akan membangkitkan orang-orang
yang ada dalam kuburan. Mereka
bingung ketika dibe-ritahu bahawa
Allah SWT akan mengembalikan
penciptaan manusia setelah ia
berubah menjadi tanah, meskipun
Dia telah menciptakannya
sebelumnya juga dari tanah.
Seharusnya para pendusta hari
kebangkitan itu merasa bahawa
mengembalikan penciptaan manusia
dari tanah dan tulang lebih mudah
dari penciptaannya pertama kali.
Bukankah Allah SWT telah
menciptakan semua makhluk, maka
kesulitan apa yang ditemui-Nya
dalam mengembalikannya. Kesulitan
itu disesuaikan dengan tolok ukur
manusia yang tersembunyi dalam
ciptaan., maka tolok ukur manusia
tersebut tidak dapat diterapkan
kepada Allah SWT. kerana Dia tidak
mengenal kesulitan atau kemudahan.
Ketika Dia ingin membuat sesuatu,
maka Dia hanya sekadar
mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan
bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah."Lalu jadilah
ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-
Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka
yang kafir di antara kaumnya." (QS.
al-Mu^minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar (ar-
Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala'
kerana mereka suka berbicara dan
mereka mempunyai kepentingan
dalam kesinambungan situasi yang
tidak sehat. Kita akan menyaksikan
mereka dalam setiap kisah para
nabi. Kita akan melihat para
pembesar kaum, orang-orang kaya di
antara mereka, dan orang-orang elit
di antara mereka yang menentang
para nabi. Allah SWT
menggambarkan mereka dalam
firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan
mereka dalam kehidupan dunia.
" (QS. al-Mukminun: 33)
kerana pengaruh kekayaan dan
kemewahan hidup, lahirlah
keinginan untuk meneruskan
kepentingan-kepentingan khusus,
dan dari pengaruh kekayaan dan
kekuasaan, muncullah sikap
sombong. Para pembesar itu
menoleh kepada kaumnya sambil
bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini
manusia biasa seperti kita, ia
memakan dari apa yang kita, makan,
dan meminum dari apa yang kita
minum? Bahkan barangkali kerana
kemiskinannya, ia sedikit, makan dari
apa yang kita, makan dan ia minum,
menggunakan gelas-gelas yang kotor
sementara kita minum dari gelas-
gelas yang terbuat dari emas dan
perak., maka bagaimana ia mengaku
berada dalam kebenaran dan kita
dalam kebatilan? Ini adalah manusia
biasa, maka bagaimana kita menaati
manusia biasa seperti kita?
Kemudian, mengapa Allah SWT
memilih manusia di antara kita
untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para pembesar kaum Nabi Hud
berkata: "Bukankah hal yang aneh
ketika Allah SWT memilih manusia
biasa di antara kita untuk menerima
wahyu dari-Nya?" Nabi Hud balik
bertanya: "Apa keanehan dalam hal
itu? Sesungguhnya Allah SWT
mencintai kalian dan oleh kerananya
Dia mengutus aku kepada kalian
untuk mengingatkan kalian.
Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah
Nuh tidak jauh dari ingatan kalian.
Janganlah kalian melupakan apa
yang telah terjadi. Orang-orang yang
menentang Allah SWT telah
dihancurkan dan begitu juga orang-
orang yang akan mengingkari-Nya
pun akan dihancurkan, sekuat apa
pun mereka." Para pembesar kaum
berkata: "Siapakah yang dapat
menghancurkan kami wahai Hud?"
Nabi Hud menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi
Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami
akan menyelamatkan kami." Nabi
Hud memberitahu mereka, bahawa
tuhan- tuhan yang mereka sembah
ini dengan maksud untuk
mendekatkan mereka kepada Allah
SWT pada hakikatnya justru
menjauhkan mereka dari-Nya. Ia
menjelaskan kepada mereka bahawa
hanya Allah SWT yang dapat
menyelamatkan manusia, sedangkan
kekuatan lain di bumi tidak dapat
mendatangkan mudarat dan
manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan
kaumnya semakin seru. Dan setiap
kali pertarungan berlanjut dan hari
berlalu, kaum Nabi Hud
meningkatkan kesombongan,
pembangkangan, dan pendustaan
kepada nabi mereka. Mereka mulai
menuduh Nabi Hud sebagai seorang
idiot dan gila. Pada suatu hari
mereka berkata kepadanya:
"Sekarang kami memahami rahasia
kegilaanmu. Sesungguhnya engkau
menghina tuhan kami dan tuhan
kami telah marah kepadamu, dan
kerana kemarahannya engkau
menjadi gila." Allah SWT
menceritakan apa yang mereka
katakan dalam firman-Nya:
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu
tidak mendatangkan kepada kami
suatu bukti yang nyata, dan kami
sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami kerana
perkataanmu, dan kami sekali-kali
tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahawa
sebagian sembahan kami telah
menimpakan penyakit gila atas
dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah
penyimpangan itu telah terjadi pada
diri mereka, sampai pada batas
bahawa mereka menganggap,
bahawa Nabi Hud telah mengigau
kerana salah satu tuhan mereka
telah murka kepadanya sehingga ia
terkena sesuatu penyakit gila. Nabi
Hud tidak membiarkan anggapan
mereka bahawa ia gila dan
mengigau, naniun ia tidak bersikap
emosi tetapi ia menunjukkan sikap
tegas ketika mereka mengatakan:
"Dan kami sekali-kali tidak akan
meninggalkan sembahan- sembahan
kami kerana perkataanmu, dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai
kamu. "
Setelah tantangan ini tiada lain bagi
Nabi Hud kecuali memberikan
tantangan yang sama. Nabi Hud
hanya pasrah kepada Allah SWT.
Nabi Hud hanya memberikan
peringatan dan ancaman terhadap
orang-orang yang mendustakan
dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya aku jadikan Allah
sebagai saksiku dan saksikanlah
olehmu bahawa Sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan dari selain-Nya. Sebab
itu, jalankanlah tipu dayamu
semuanya terhadapku dan janganlah
karnu memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah, Tuhanku dan
Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang
melata pun melainkan Dialah yang
memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan
yang lurus. Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu apa
(amanat) yang aku diutus (untuk
menyampaikan)nya kepadamu. Dan
Tuhanku akan mengganti (kamu)
dengan kaum yang lain (dari) kamu;
dan kamu tidak dapat membuat
mudarat kepada-Nya sedikit pun.
Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
Pemelihara segala sesuatu. " (QS.
Hud: 54-57)
Manusia akan merasa keheranan
terhadap perlawanan kepada
kebenaran ini. Seorang lelaki
menghadapi kaum yang kasar dan
keras kepala serta bodoh. Mereka
menganggap bahawa berhala-
berhala dari batu dapat memberikan
gangguan. Manusia sendiri rnampu
menentang para tiran dan
melumpuhkan keyakinan mereka,
serta berlepas diri dari mereka dan
dari tuhan mereka. Bahkan ia siap
menentang mereka dan menghadapi
segala bentuk, makar mereka. Ia pun
siap berperang dengan mereka dan
bertawakal kepada Allah SWT. Allah-
lah yang Maha Kuat dan Maha Benar.
Dia-lah yang menguasai setiap
makhluk di muka bumi, baik berupa
binatang, manusia, maupun makhluk
lain. Tidak ada sesuatu pun yang
dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan keimanan kepada Allah SWT
dan dengan kepercayaan pada janji-
Nya serta merasa tenang dengan
pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru
orang-orang kaflr dari kaumnya.
Nabi Hud melakukan yang demikian
itu meskipun ia sendirian dan
merasakan kelemahan kerana ia
mendapatkan keamanan yang hakiki
dari Allah SWT. Dalam
pembicaraannya, Nabi Hud
menjelaskan kepada kaumnya
bahawa ia melaksanakan amanat dan
menyampaikan agama. Jika mereka
mengingkari dakwahnya, niscaya
Allah SWT akan mengganti mereka
dengan kaum selain mereka. Yang
demikian ini berarti bahawa mereka
sedang menunggu azab. Demikianlah
Nabi Hud menjelaskan kepada
mereka, bahawa ia berlepas diri dari
mereka dan dari tuhan mereka. la
bertawakal kepada Allah SWT yang
menciptakannya.
Ia mengetahui bahawa siksa akan
turun di antara para pengikutnya
yang menentang. Beginilah hukum
kehidupan di mana Allah SWT
menyiksa orang-orang kafir
meskipun mereka sangat kuat atau
sangat kaya. Nabi Hud dan kaumnya
menunggu janji Allah SWT.
Kemudian terjadilah masa kering di
muka bumi di mana langit tidak lagi
menurunkan hujan. Matahari
menyengat sangat kuat hingga
laksana percikan-percikan api yang
menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju
kepadanya dan bertanya: "Mengapa
terjadi kekeringan ini wahai Hud?"
Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya
Allah SWT murka kepada kalian. Jika
kalian beriman, maka Allah SWT
akan rela terhadap kalian dan
menurunkan hujan serta menambah
kekuatan kalian." Namun kaum Nabi
Hud justru mengejeknya dan malah
semakin menentangnya., maka masa
kekeringan semakin meningkat dan
menguningkan pohon-pohon yang
hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu datanglah suatu hari di mana
terdapat awan besar yang
menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud
begitu gembira dan mereka keluar
dari rumah mereka sambil berkata:
"Hari ini kita akan dituruni hujan."
Tiba-tiba udara berubah yang
tadinya sangat kering dan panas kini
menjadi sangat dingin. Angin mulai
bertiup dengan kencang. Semua
benda menjadi bergoyang. Angin
terus-menerus bertiup malam demi
malam, dan hari demi hari. Setiap
saat rasa dingin bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari.
Mereka segera menuju ke tenda dan
bersembunyi di dalamnya. Angin
semakin bertiup dengan kencang dan
menghancurkan tenda. Angin
menghancurkan pakaian dan
menghancurkan kulit. Setiap kali
angin bertiup, ia menghancurkan dan
membunuh apa saja yang di
depannya. Angin bertiup selama
tujuh malam dan delapan hari
dengan mengancam kehidupan
dunia. Kemudian angin berhenti
dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab
itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah
mereka: 'Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada
kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab
yang kamu minta supaya datang
dengan segera (yaitu) angin yang
mengandung azab yang pedih, yang
menghancurkan segala sesuatu
dengan perintah Tuhannya." (QS. al-
Ahqaf: 24-25) "Yang Allah
menimpakan angin itu kepada
mereka selama tujuh malam dan
delapan hari terus-menerus;, maka
kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu
mati bergelimpangan seakan-akan
mereka tunggul-tunggul pohon
kurma yang telah kosong (lapuk).
" (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi
Hud kecuali pohon-pohon kurma
yang lapuk. Nabi Hud dan orang-
orang yang beriman kepadanya
selamat sedangkan orang-orang yang
menentangnya binasa.
Pembalasan Allah Atas Kaum Aad
Pembalasan Tuhan terhadap kaum
Aad yang kafir dan tetap
membangkang itu diturunkan dalam
dua perinkat.Tahap pertama berupa
kekeringan yang melanda ladang-
ladang dan kebun-kebun mrk,
sehingga menimbulkan kecemasan
dan kegelisahan, kalau-kalau mereka
tidak memperolehi hasil dari ladang-
ladang dan kebun-kebunnya seperti
biasanya.Dalam keadaan demikian
Nabi Hud masih berusaha
meyakinkan mereka bahawa
kekeringan itu adalah suatu
permulaan seksaan dari Allah yang
dijanjikan dan bahwa Allah masih
lagi memberi kesempatan kepada
mereka untuk sedar akan kesesatan
dan kekafiran mrk dan kembali
beriman kepada Allah dengan
meninggalkan persembahan mrk
yang bathil kemudian bertaubat dan
memohon ampun kepada Allah agar
segera hujan turun kembali dengan
lebatnya dan terhindar mrk dari
bahaya kelaparan yang mengancam.
Akan tetapi mereka tetap belum
mahu percaya dan menganggap janji
Nabi Hud itu adalah janji kosong
belaka. Mereka bahkan pergi
menghadap berhala-berhala mereka
memohon perlindungan ari musibah
yang mereka hadapi.
Tentangan mrk terhadap janji Allah
yang diwahyukan kepada Nabi Hud
segera mendapat jawapan dengan
dtgnya pembalasan tahap kedua
yang dimulai dengan terlihatnya
gumpalan awan dan mega hitam
yang tebal di atas mereka yang
disambutnya dengan sorak-sorai
gembira, karena dikiranya bahwa
hujan akan segera turun membasahi
ladang-ladang dan menyirami
kebun-kebun mereka yang sedang
mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang
bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud
dengan nada mengejek: "Mega hitam
itu bukanlah mega hitam dan awam
rahmat bagi kamu tetapi mega yang
akan membawa kehancuran kamu
sebagai pembalasan Allah yang telah
ku janjikan dan kamu ternanti-nanti
untuk membuktikan kebenaran kata-
kataku yang selalu kamu sangkal dan
kamu dusta.
Sejurus kemudian menjadi
kenyataanlah apa yang diramalkan
oleh Nabi Hud itu bahawa bukan
hujan yang turun dari awan yang
tebal itu tetapi angin taufan yang
dahsyat dan kencang disertai bunyi
gemuruh yang mencemaskan yang
telah merusakkan bangunan-
bangunan rumah dari dasarnya
membawa berterbangan semua
perabot-perabot dan milik harta
benda dan melempar jauh binatang-
binatang ternak. Keadaan kaum Aad
menjadi panik mereka berlari kesana
sini hilir mudik mencari
perlindungan .Suami tidak tahu di
mana isterinya berada dan ibu juga
kehilangan anaknya sedang rumah-
rumah menjadi sama rata dengan
tanah. Bencana angin taufan itu
berlangsung selama lapan hari tujuh
malam sehingga sempat menyampuh
bersih kaum Aad yang congkak itu
dan menamatkan riwayatnya dalam
keadaan yang menyedihkan itu untuk
menjadi pengajaran dan ibrah bagi
umat-umat yang akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para
sahabatnya yang beriman telah
mendapat perlindungan Allah dari
bencana yang menimpa kaumnya
yang kacau bilau dan tenang seraya
melihat keadaan kaumnya yang
kacau bilau mendengar gemuruhnya
angin dan bunyi pohon-pohon dan
bangunan-bangunan yang berjatuhan
serta teriakan dan tangisan orang
yang meminta tolong dan mohon
perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali
tenang dan tanah " Al-Ahqaf " sudah
menjadi sunyi senyap dari kaum Aad
pergilah Nabi Hud meninggalkan
tempatnya berhijrah ke Hadramaut,
di mana ia tinggal menghabiskan sisa
hidupnya sampai ia wafat dan
dimakamkan di sana dimana hingga
sekarang makamnya yang terletak di
atas sebuah bukit di suatu tempat
lebih kurang 50 km dari kota Siwun
dikunjungi para penziarah yang
datang beramai-ramai dari sekitar
daerah itu, terutamanya dan bulan
Syaaban pada setiap tahun.
Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68
ayat dalam 10 surah di antaranya
surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah
" Al-Mukminun " ayat 31 sehingga
ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21
sehingga ayat 26 dan surah " Al-
Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.
Nabi Hud telah memberi contoh dan
sistem yang baik yang patut ditiru
dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli
penerangan agama.Beliau
menghadapi kaumnya yang sombong
dan keras kepala itu dengan penuh
kesabaran, ketabahan dan
kelapangan dada. Ia tidak sesekali
membalas ejekan dan kata-kata kasar
mereka dengan serupa tetapi
menolaknya dengan kata-kata yang
halus yang menunjukkan bahawa
beliau dapat menguasai emosinya
dan tidak sampai kehilangan akal
atau kesabaran.
Nabi Hud tidak marah dan tidak
gusar ketika kaumnya mengejek
dengan menuduhnya telah menjadi
gila dan sinting. Ia dengan lemah
lembut menolak tuduhan dan ejekan
itu dengan hanya mengata:"Aku tidak
gila dan bahawa tuhan-tuhanmu
yang kamu sembah tidak dapat
menggangguku atau mengganggu
fikiranku sedikit pun tetapi aku ini
adalah rasul pesuruh Allah
kepadamu dan betul-betul aku
adalah seorang penasihat yang jujur
bagimu menghendaki kebaikanmu
dan kesejahteraan hidupmu dan agar
kamu terhindar dan selamat dari
azab dan seksaan Allah di dunia
mahupun di akhirat."
Dalam berdialog dengan
kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha
mengetuk hati nurani mereka dan
mengajak mereka berfikir secara
rasional, menggunakan akal dan
fikiran yang sihat dengan
memberikan bukti-bukti yang dapat
diterima oleh akal mereka tentang
kebenaran dakwahnya dan kesesatan
jalan mereka namun hidayah iu
adalah dari Allah, Dia akan
memberinya kepada siapa yang Dia
kehendakinya.
demikian  kisah Nabi Hud AS semoga
bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates