Selasa, 08 Januari 2013

Kerajaan Ternate dan Tidore

Sejarah masuknya Islam ke Maluku erat
kaitannya dengan kegiatan perdagangan.
Pada abad ke-15, para pedagang dan
ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul empat
kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja)
yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin
Sultan Zainal Abidin (1486-1500),
Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh
Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang
dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan
Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh
Sultan Kaicil Buko.
Pada masa kesultanan itu berkuasa,
masyarakat muslim di Maluku sudah
menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku,
Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak
di sebelah Pulau Halmahera (Maluku
Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki
peran yang menonjol dalam menghadapi
kekuatan-kekuatan asing yang mencoba
menguasai Maluku. Dalam perkembangan
selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing
memperebutkan hegemoni politik di
kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan
Tidore merupakan daerah penghasil
rempah-rempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-
pantai Irian (Papua), dikuasai oleh
Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian
besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan
Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores
dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan
Ternate. Kerajaan Ternate mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan
Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore
mencapai puncak kejayaannya pada masa
Sultan Nuku.

Persaingan di antara kerajaan Ternate dan
Tidore adalah dalam perdagangan. Dari
persaingan ini menimbulkan dua
persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan
tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara)
dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan,
Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa
Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate
mencapai aman keemasan dan disebutkan
daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan
bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
Kerajaan Tidore mencapai jaman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan
Nuku. Kerajaan-kerajaan Islam lainnya
yang berkembang adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng
Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian
timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i,
Siak Sri Indrapura yang didirikan oleh
Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih
banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di
Indonesia.
Perjanjian Thordessilas merupakan suatu
dekrit yang menetapkan pada peta
sebuah garis maya perbatasan dunia yang
disebut Garis Thordessilas yang
membentang dari Kutub Utara ke Kutub
Selatan melalui Kepulauan Verdi di
sebelah Barat benua Afrika. Wilayah di
sebelah Barat Garis Thordessilas
ditetapkan sebagai wilayah Spanyol dan di
sebelah Timur sebagai wilayah Portugis.
Sedangkan Perjanjian Saragosa juga
menetapkan sebuah garis maya baru
sebagai garis batas antara kekuasaan
Spanyol dengan kekuasaan Portugis yang
disebut dengan Garis Saragosa. Di mana
garis tersebut membagi dunia menjadi 2
bagian yaitu Utara dan Selatan. Bagian
Utara garis Saragosa merupakan
kekuasaan Spanyol dan bagian Selatannya
adalah wilayah kekuasaan Portugis. Dari
penjelasan tersebut apakah Anda sudah
paham? Kalau sudah paham simaklah
uraian materi selanjutnya.
Dengan adanya perjanjian Saragosa
tersebut, maka sebagai hasilnya Portugis
tetap berkuasa di Maluku sedangkan
Spanyol harus meninggalkan Maluku dan
memusatkan perhatiannya di Philipina.
Sebagai akibat dari perjanjian Saragosa,
maka Portugis semakin leluasa dan
menunjukkan keserakahannya untuk
menguasai dan memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Maluku. Tindakan
sewenang-wenang Portugis menimbulkan
kebencian di kalangan rakyat Ternate,
bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan
rakyat di pulau-pulau lainnya bersatu
untuk melawan Portugis. Perlawanan
terhadap Portugis pertama kali dipimpin
oleh Sultan Hairun dari Ternate, sehingga
perang berkobar dan benteng pertahanan
Portugis dapat dikepung. Dalam keadaan
terjepit tersebut, Portugis menawarkan
perundingan. Akan tetapi perundingan
tersebut merupakan siasat Portugis untuk
membunuh Sultan Hairun tahun 1570.
Dengan kematian Sultan Hairun, maka
rakyat Maluku semakin membenci
Portugis, dan kembali melakukan
penyerangan terhadap Portugis yang
dipimpin oleh Sultan Baabullah pada
tahun 1575. Perlawanan ini lebih hebat
dari sebelumnya sehingga pasukan Sultan
Baabullah dapat menguasai benteng
Portugis. Keberhasilan Sultan Baabullah
merebut benteng Sao Paolo
mengakibatkan Portugis menyerah dan
meninggalkan Maluku. Dengan demikian
Sultan Baabullah dapat menguasai
sepenuhnya Maluku dan pada masa
pemerintahannya tahun 1570 – 1583
kerajaan Ternate mencapai kejayaannya
karena daerah kekuasaannya meluas
terbentang antara Sulawesi sampai Irian
dan Mindanau sampai Bima, sehingga
Sultan Baabullah mendapat julukan ‘Tuan
dari 72 Pulau ’. Demikianlah uraian
materi tentang kehidupan politik kerajaan
Ternate dan Tidore. Untuk selanjutnya
Anda dapat menyimak uraian materi
tentang kehidupan ekonomi berikut ini.
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Ternate dan Tidore berkembang
sebagai kerajaan Maritim. Dan hal ini juga
didukung oleh keadaan kepulauan Maluku
yang memiliki arti penting sebagai
penghasil utama komoditi perdagangan
rempah-rempah yang sangat terkenal
pada masa itu. Dengan andalan rempah-
rempah tersebut maka banyak para
pedagang baik dari dalam maupun luar
Nusantara yang datang langsung untuk
membeli rempah-rempah tersebut,
kemudian diperdagangkan di tempat lain.
Dengan kondisi tersebut, maka
perdagangan di Maluku semakin ramai
dan hal ini tentunya mendatangkan
kemakmuran bagi rakyat Maluku. Adanya
monopoli dagang Portugis maka
perdagangan menjadi tidak lancar dan
menimbulkan kesengsaraan rakyat di
Maluku.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates