Kesultanan Banten berawal ketika
Kesultanan Demak memperluas
pengaruhnya ke daerah barat. Pada
tahun 1524/1525, Semula Banten
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan
Pajajaran. Rajanya ( Samiam )
mengadakan hubungan dengan Portugis
di Malaka untuk membendung
meluasnya kekuasaan Demak. Namun
melalui, Faletehan, Demak berhasil
menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera
tumbuh menjadi pelabuhan penting
menyusul kurangnya pedagang yang
berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat
itu dikuasai oleh Portugis. Pada tahun
1552 M, Faletehan menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya,
Hasanuddin. Di bawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin (1552-1570 M),
Banten cepat berkembang menjadi
besar. Wilayahnya meluas sampai ke
Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
Sejarah
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin)
menikah dengan seorang putri dari
Sultan Trenggono dan melahirkan dua
orang anak. Anak yang pertama bernama
Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua
menikah dengan anak dari Ratu Kali
Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah
Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran
Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan
Banten daripada anak Maulana Yusuf
yang bernama Maulana Muhammad
karena Maulana Muhammad masih
terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara
menyerang Kerajaan Banten. Perang ini
dimenangkan oleh Kerajaan Banten
karena dibantu oleh para ulama.
Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten tumbuh menjadi pusat
perdagangan dan pelayaran yang ramai
karena menghasilkan lada dan pala yang
banyak. Pedangang Cina, India, gujarat,
Persia, dan Arab banyak yang datang
berlabuh di Banten. Kehidupan sosial
masyarakat Banten dipengaruhi oleh
sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh
tersebut tidak terbatas di lingkungan
daerah perdagangan, tetapi meluas
hingga ke pedalaman.
Puncak kejayaan
Kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan
Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal
dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa.
Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi
pelabuhan internasional sehingga
perekonomian Banten maju pesat.
Wilayah kekuasaannya meliputi sisa
kerajaan Sunda yang tidak direbut
kesultanan Mataram dan serta wilayah
yang sekarang menjadi provinsi
Lampung. Piagam Bojong menunjukkan
bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi
Lampung dikuasai oleh kesultanan
Banten.
Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada jaman pemerintahan Sultan Haji,
tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah
Lampung diserahkan kepada VOC.
seperti tertera dalam surat Sultan Haji
kepada Mayor Issac de Saint Martin,
Admiral kapal VOC di Batavia yang
sedang berlabuh di Banten. Surat itu
kemudian dikuatkan dengan surat
perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang
membuat VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan lada di Lampung.
Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 -
1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali
Ahmad yang menjadi Sultan Banten
periode 1640-1650. Ketika kecil, ia
bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya
wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda
yang bergelar Pangeran Ratu atau
Pangeran Dipati. Setelah kakeknya
meninggal dunia, ia diangkat sebagai
sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi
Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng
Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan
keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak
di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di
Mesjid Banten.
Riwayat Perjuangan
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di
Kesultanan Banten pada periode 1651 -
1682. Ia memimpin banyak perlawanan
terhadap Belanda. Masa itu, VOC
menerapkan perjanjian monopoli
perdagangan yang merugikan Kesultanan
Banten. Kemudian Tirtayasa menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten
sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin
mewujudkan Banten sebagai kerajaan
Islam terbesar. Di bidang ekonomi,
Tirtayasa berusaha meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan membuka
sawah-sawah baru dan mengembangkan
irigasi. Di bidang keagamaan, ia
mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti
kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua
putranya, Sultan Haji dan Pangeran
Purbaya, Belanda ikut campur dengan
bersekutu dengan Sultan Haji untuk
menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.
Saat Tirtayasa mengepung pasukan
Sultan Haji di Sorosowan (Banten),
Belanda membantu Sultan Haji dengan
mengirim pasukan yang dipimpin oleh
Kapten Tack dan de Saint Martin.
Kemunduran Kerajaan Banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten
berawal saat mangkatnya Raja Besar
Banten Maulana Yusuf. Setelah
mangkatnya Raja Besar terjadilah perang
saudara di Banten antara saudara
Maulana Yusuf dengan pembesar
Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten
mulai hancur karena terjadi peang
saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja
yang cakap seperti Maulana Yusuf.
Daftar pemimpin Kesultanan Banten
Sunan Gunung Jati
Sultan Maulana
Hasanudin 1552 - 1570
Maulana Yusuf 1570 -
1580
Maulana Muhammad
1585 - 1590
Sultan Abdul Mufahir
Mahmud Abdul Kadir
1605 - 1640
(dianugerahi gelar
tersebut pada tahun
1048 H (1638) oleh
Syarif Zaid, Syarif
Makkah saat itu.)
Sultan Abu al-Ma'ali
Ahmad 1640 - 1650
Sultan Ageng Tirtayasa
1651-1680
Sultan Abdul Kahar
(Sultan Haji) 1683 -
1687
Abdul Fadhl / Sultan
Yahya (1687-1690)
Abul Mahasin Zainul
Abidin (1690-1733)
Muhammad Syifa Zainul
Ar / Sultan Arifin
(1750-1752)
Muhammad Wasi
Zainifin (1733-1750)
Syarifuddin Artu Wakilul
Alimin (1752-1753)
Muhammad Arif Zainul
Asyikin (1753-1773)
Abul Mafakir
Muhammad Aliyuddin
(1773-1799)
Muhyiddin Zainush
Sholihin (1799-1801)
Muhammad Ishaq
Zainul Muttaqin
(1801-1802)
Wakil Pangeran
Natawijaya (1802-1803)
Aliyuddin II
(1803-1808)
Wakil Pangeran
Suramanggala
(1808-1809)
Muhammad Syafiuddin
(1809-1813)
Muhammad Rafiuddin
(1813-1820)
0 komentar:
Posting Komentar