Aceh adalah salah satu wilayah negara
republik Indonesia yang begitu beragam
dengan kekayaan alam dan budayanya.
Saat ini Aceh lebih dikenal dengan nama
Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh di masa
lalu sebenarnya memiliki sejarah yang
sangat panjang dan kompleks, terutama
dalam perannya membentuk negara
kesatuan republik Indonesia kita tercinta
ini. Pada masa lalu, sebelum adanya
Indonesia, Aceh adalah suatu kerajaan
yang sangat kaya raya. Pada masa itu
Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda,
pada abad ke-16. Aceh telah memiliki
hubungan dagang dengan dunia barat
seperti Inggris, Turki Ottoman dan
Belanda. Lantas kemudian karena
ketamakan dan tergiur akan kekayaan dan
kemakmuran Aceh, bangsa barat ingin
menguasainya. Maka dari itu sejak abad
ke-16, di Aceh selalu terjadi konflik
perebutan kekuasaan negara-negara
barat, seperti Portugal, Inggris, Belanda
dan Spanyol.
Kesultanan Aceh dan
kejayaannya
Kesultanan Aceh berdiri tepat setelah
keruntuhan kerajaan Samudra Pasai pada
abad ke-14. Ibu kota kesultanan Aceh
adalah Kutaraja yang sekarang ini dikenal
oleh rakyat Indonesia dengan sebutan
Banda Aceh. Sejarah telah terukir bahwa
kesultanan Aceh di masa lalu memiliki
kemegahan karena kemampuannya dalam
mengembangkan pola dan sistem
pendidikan militer, perjuangannya yang
tak terkalahkan dalam mengusir
penjajahan dan imperialisme bangsa barat
dari tanah serambi Makkah. Selain itu
sistem pemerintahannya sudah sangat
teratur dan sistematik, memiliki pusat
pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat kala itu dan memiliki
kemampuan dalam hal hubungan
diplomatik dengan negara lain. Pada
tahun 1873, Belanda sebagai pemenang
dari persaingan bangsa barat di Indonesia
melancarkan serangan ke Aceh. Pada
awalnya Belanda menggunakan ancaman
diplomatik, namun cara ini gagal. Lantas
pecahlah perang yang disebut perang
Aceh. Namun kesultanan Aceh tidak
begitu saja dapat ditaklukkan karena
perlawanan yang sengit. Sehingga cukup
lama Belanda tidak bisa menguasai
wilayah Aceh. Perang kembali berkecamuk
pada tahun 1887, namun Aceh tetap gagal
dikuasai karena perlawanan para pejuang
Aceh yang gagah berani. Pada tahun 1892
dan 1893, perang Aceh kembali meletus
dan Belanda tetap gagal merebut Aceh.
Keruntuhan Kesultanan Aceh
Keruntuhan kesultanan Aceh bermula
dengan strategi penyusupan yang
dilakukan oleh Dr. Christian Snouck
Hurgronje. Ia berpura-pura masuk Islam
dan diterima dengan baik oleh masyarakat
Aceh. Ia mendapat kepercayaan dari para
pemimpin Aceh. Disitulah ia mengetahui
kelemahan masyarakat Aceh. Ia
menyarankan kepada Belanda untuk
mengarahkan serangan kepada para
ulama karena kekuatan Aceh terletak
pada ulamanya. Ketika dilaksanakan,
saran ini berhasil dan Belanda kemudian
menguasai Aceh dengan diangkatnya
Johannes Benedictus vab Heutsz sebagai
gubernur Aceh pada tahun 1898 yang
merebut sebagian besar wilayah Aceh.
Pada tahun 1903, Sultan Muhammad
Dawud menyerahkan diri kepada Belanda
setelah anak dan ibunya ditangkap oleh
Belanda. Maka pada tahun 1904 seluruh
wilayah Aceh jatuh ke tangan Belanda dan
kesultanan Aceh pun telah berakhir.
Demikian sejarah kesultananan Aceh,
masa kejayaan dan keruntuhan dalam tiga
abad. Semoga dapat menambah wawasan
anda tentang sejarah bangsa Indonesia.
(iwan)
referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/
Sejarah_Aceh
0 komentar:
Posting Komentar