Selasa, 23 Oktober 2012

Kerajaan Majapahit

Letak Geografis
Secara geografis letak kerajaan Majapahit
sangat strategis karena adanya di daerah
lembah sungai yang luas, yaitu Sungai
Brantas dan Bengawan Solo, serta anak
sungainya yang dapat dilayari sampai ke
hulu.
Sejarah Terbentuknya Kerajaan Majapahit
Pada saat terjadi serangan Jayakatwang,
Raden Wijaya bertugas menghadang
bagian utara, ternyata serangan yang lebih
besar justru dilancarkan dari selatan.
Maka ketika Raden Wijaya kembali ke
Istana, ia melihat Istana Kerajaan
Singasari hampir habis dilalap api dan
mendengar Kertanegara telah terbunuh
bersama pembesar-pembesar lainnya.
Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-
sisa tentaranya yang masih setia dan
dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah
merasa aman ia pergi ke Madura meminta
perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat
bantuannya ia berhasil menduduki tahta,
dengan menghadiahkan daerah tarik
kepada Raden Wijaya sebagai daerah
kekuasaannya. Ketika tentara Mongol
datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi,
Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan
menghukum Kertanegara, maka Raden
Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk
bekerja sama menyerang Jayakatwang.
Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara
Mongol berpesta pora merayakan
kemenanganya. Kesempatan itu pula
dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk
berbalik melawan tentara Mongol,
sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa
dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293
Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri
Kertajasa Jayawardhana.

Raja-raja Majapahit
Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit,
pada masa pemerintahannya, Raden
Wijaya dibantu oleh mereka yang turut
berjasa dalam merintis berdirinya
Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang
sangat besar jasanya diberi kekuasaan
atas sebelah Timur meliputi daerah
Lumajang, Blambangan. Raden Wijaya
memerintah dengan sangat baik dan
bijaksana. Susunan pemerintahannya
tidak berbeda dengan susunan
pemerintahan Kerajaan Singasari.
Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala Gemet naik tahta menggantikan
ayahnya dengan gelar Sri Jayanegara. Pada
Masa pemerintahannnya ditandai dengan
pemberontakan-pemberontakan.
Misalnya pemberontakan Ranggalawe
1231 saka, pemberontakan Lembu Sora
1233 saka, pemberontakan Juru Demung
1235 saka, pemberontakan Gajah Biru
1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem,
Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga.
Pemberontakan Kuti adalah
pemberontakan yang berbahaya, hampir
meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun
semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya sendiri yang
bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh
pula oleh Gajah Mada.
Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa
meninggalkan seorang putrapun, oleh
karena itu yang seharusnya menjadi raja
adalah Gayatri, tetapi karena ia telah
menjadi seorang Bhiksu maka digantikan
oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan
gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu
oleh suaminya yang bernama
Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul
pemberontakan yang dilakukan oleh
daerah Sadeng dan Keta (Besuki).
Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh
Gajah Mada yang pada saat itu menjabat
Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada
diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan
Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah
Mada kemudian berusaha menunjukkan
kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan
wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu
Nala dan Adityawarman. Pada tahun
1339, Gajah Mada bersumpah tidak
makan Palapa sebelum wilayah Nusantara
bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan
Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti
palapa adalah sebagai berikut :”Lamun
luwas kalah nusantara isum amakti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring
Sunda, ring Palembang, ring Tumasik,
samana sun amukti palapa”. Kemudian
Gajah Mada melakukan penaklukan-
penaklukan.
Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang
sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan
Hayam Wuruk yang didampingi oleh
Mahapatih Gajah Mada, Majapahit
mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negerakertagama dapat diketahui bahwa
daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, hampir
sama luasnya dengan wilayah Indonesia
yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan
Majapahit sampai ke negara-negara
tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak
tunduk kepada kekuasaaan Majapahit
adalah kerajaan Sunda yang saat itu
dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja.
Hayam Wuruk bermaksud mengambil
putri Sunda untuk dijadikan
permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah
Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga
Maharaja bersama para pembesar Sunda
berada di Bubat, Gajah Mada melakukan
tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau
perkawinan Hayam Wuruk dengan putri
Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia
menghendaki agar putri Sunda
dipersembahkan kepada Majapahit
(sebagai upeti). Maka terjadilah
perselisihan paham dan akhirnya
terjadinya perang Bubat. Banyak korban
dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur,
putri Sunda bunuh diri.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal,
Kerajaan Majapahit kehilangan seorang
mahapatih yang tak ada duanya. Untuk
memilih penggantinya bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Dewan
Saptaprabu yang sudah beberapa kali
mengadakan sidang untuk memilih
pengganti Gajah Mada akhirnya
memutuskan bahwa Patih
Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan
diganti “untuk mengisi kekosongan dalam
pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu
Tandi sebagais Wridhamantri, Mpu Nala
sebagai menteri Amancanegara dan patih
dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam
Wuruk meninggal pada tahun 1389.
Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang naik
tahta menggantikan ayahnya bersuamikan
Wikramawardhana. Dalam prakteknya
Wikramawardhanalah yang menjalankan
roda pemerintahan. Sedangkan Bhre
Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir,
karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam
Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak
menduduki tahta kerajaan walaupun
demikian ia masih diberi kekuasaan untuk
memerintah di Bagian Timur Majapahit ,
yaitu daerah Blambangan. Perebutan
kekuasaan antara Wikramawardhana
dengan Bhre Wirabhumi disebut perang
Paregreg.
Wikramawardhana meninggal tahun 1429,
pemerintahan raja-raja berikutnya
berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya,
Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan
Brawijaya V, yang tidak luput ditandai
perebutan kekuasaan.
Sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai berdiri dan
berkembangnya kerajaan Majapahit
berasal dari berbagai sumber yakni :
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini
dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia
berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini
memuat peristiwa keruntuhan kerajaan
Singasari dan perjuangan Raden Wijaya
untuk mendirikan kerajaan
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji
Wijayakrama, kedua kidung ini
menceritakan Raden Wijaya ketika
menghadapi musuh dari kediri dan tahun-
tahun awal perkembangan Majapahit
Kitab Pararaton, menceritakan tentang
pemerintahan raja-raja Singasari dan
Majapahit
Kitab Negarakertagama, menceritakan
tentang perjalanan Rajam Hayam Wuruk
ke Jawa Timur.
Kehidupan Politk
Majapahit selalu menjalankan politik
bertetangga yang baik dengan kerajaan
asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya
(Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu
terbukti sekitar tahun 1370 – 1381,
Majapahit telah beberapa kali mengirim
utusan persahabatan ke Cina. Hal itu
diketahui dari berita kronik Cina dari
Dinasti Ming.
Raja kerajaan Majapahit sebagai
negarawan ulung juga sebagai politikus-
politikus yang handal. Hal ini dibuktikan
oleh Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan
Maha Patih Gajahmada dalam usahanya
mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan
berwibawa. Struktur pemerintahan di
pusat pemerintahan Majapahit :
1. Raja
2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i –hulu
c. Mahamantri i-sirikan
4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
a. Rakryan Mahapatih (Panglima/
Hamangkubhumi)
b. Rakryan Tumenggung (panglima
Kerajaan)
c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah
Tangga Kerajaan)
d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan
tugas-tugas protokoler) dan
e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2
orang, masing-masing dharmadyaka
dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan
yang disebut Upapat. Pada masa hayam
Wuruk ada 7 Upapati.
Selain pejabat-pejabat yang telah
disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja
daerah (paduka bharata) yang masing-
masing memerintah suatu daerah.
Disamping raja-raja daerah adapula
pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari
susunan pemerintahannya kita dapat
melihat bahwa sistem pemerintahan dan
kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah
sangat teratur.
Kehidupan Sosial Ekonomi dan
Kebudayaan
Hubungan persahabatan yang dijalin
dengan negara tentangga itu sangat
mendukung dalam bidang perekonomian
(pelayaran dan perdagangan). Wilayah
kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan
daerah kepulauan yang menghasilkan
berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara
lain beras, lada, gading, timah, besi, intan,
ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu
cendana.
Dalam dunia perdagangan, kerajaan
Majapahit memegang dua peranan yang
sangat penting.
Sebagai kerajaan Produsen – Majapahit
mempunyai wilayah yang sangat luas
dengan kondisi tanah yang sangat subur.
Dengan daerah subur itu maka kerajaan
Majapahit merupakan produsen barang
dagangan.
Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan
Majapahit membawa hasil bumi dari
daerah yang satu ke daerah yang lainnya.
Keadaan masyarakat yang teratur
mendukung terciptanya karya-karya
budaya yang bermutu. bukti-bukti
perkembangan kebudayaan di kerajaan
Majapahit dapat diketahui melalui
peninggalan-peninggalan berikut ini :
Candi : Antara lain candi Penataran
(Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus
(Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit
dapat kita bedakan menjadi
Sastra Zaman Majapahit Awal
Kitab Negarakertagama, karangan Mpu
Prapanca
Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu
Tantular
Kitab Kunjarakarna
Kitab Parhayajna
Sastra Zaman Majapahit Akhir
Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis
dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya
ada yang ditulis dalam bentuk tembang
(kidung) dan yang ditulis dalam bentuk
gancaran (prosa). Hasil sastra terpenting
antara lain :
Kitab Prapanca, isinya menceritakan raja-
raja Singasari dan Majapahit
Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa
Bubat
Kitab Sarandaka, isinya tentang
pemberontakan sora
Kitab Ranggalawe, isinya tentang
pemberontakan Ranggalawe
Panjiwijayakrama, isinya menguraikan
riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
Kitab Usana Jawa, isinya tentang
penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada
dan Aryadamar, pemindahan Keraton
Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja
raksasa bernama Maya Denawa.
Kitab Usana Bali, isinya tentanng
kekacauan di Pulau Bali.
Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi
kitab sastra yang penting pada zaman
Majapahit akhir seperti Kitab Paman
Cangah, Tantu Pagelaran, Calon Arang,
Korawasrama, Babhulisah, Tantri
Kamandaka dan Pancatantra.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates