Pagi hari, di kediaman keluarga darmawan…..
“Ya….. masa Dinda ke skul harus naik angkot sich, Bun?”
”Hari
ini Pak Kosim nggak bisa ngantar. Karena anak nya lagi sakit, dan
semalam dia izin pulang. Udah, sekali-kali kamu berangkat naik angkot,
napa? Buruan sana berangkat, ntar kamu telat lho!!!”
”Ya udah dech….Dinda pergi dulu ya, Bun!”
Hari
ini adalah hari yang menjengkelkan bagi Dinda. Karena supirnya harus
nemani anaknya di rumah sakit. Alhasil dia harus berangkat ke skul
naik angkot.
”Duh Bunda ne, kenapa nggak nyari orang lain sich buat nganterin aku, terpaksa dech aku naik angkot. Mana panas lagi.”
Saat
dia lagi sibuk mengoceh, tiba-tiba muncul cowok yang cakep banget
duduk tepat di sebelah Dinda. Dan jantung Dinda hampir aja copot saat
tu cowok senyum dengannya.
Dinda
ngerasaain perasaan yang lega dan semua kekesalannya hilang seketika.
Karena senyum cowok itu sangat manis, apalagi ditambah dengan sorot
matanya yang teduh banget, yang dapat menutupi rasa sakit yang udah
lama tertahankan olehnya.
Seharian ini kerja Dinda hanya senyum-senyum sendiri, bundanya aja malah nganggap kalo Dinda kesambet setan halte bus.
”Duh….tu
cowok manis banget ya…… saat gue liat mukanya, gue ngerasa kalo beban
gue naik bus itu musnah semua. Sapa ya nama tu cowok? Rasanya gue
pengen banget kenalan ama tu cowok. Py gue malu. Hm…. gue kasih nama
“Teduh” aja dech… Coz matanya tu teduh banget. And mulai besok gue
bakalan naik bus dech… coz gue pengen ngeliat muka tu cowo lagi” pikir
Dinda yang masih nggak berhenti memikirkan cowok tadi, dan akhirnya
dia tidur sambil berharap bisa menemukan cowok itu di mimpi indahnya.
Paginya….
“Bun, Dinda pergi skul dulu ya…!!!” pamit Dinda sambil mencium pipi bundanya
“Lho Din, kamu nggak nunggu Pak Kosim dulu?”
”Nggaklah Bun, hari ini Dinda pengen naik bus aja….da Bunda,” ucap Dinda sambil berlari meninggalkan rumahnya.
Sesampainya di halte bus…..
”Duh
si teduh mana ya? Kok belom datang sich?” batin Dinda gelisah karena
sang pujaan hati belum juga menampakkan batang hidungnya.
Tapi
baru saja Dinda gelisah dengan pertanyaan yang ada di hatinya,
tiba-tiba muncul seorang cowok yang bermata teduh. Cowok itu tersenyum
dan menyapa Dinda.
”Hei….. Kamu baru naik bus ya?” sapa cowok itu yang berhasil membuat Dinda terpaku.
”Lho koq diam?”
”Eh….sorry…. tadi kamu bicara apa?”
”Aku tanya, kamu baru naik bus ya? Soalnya aku baru ngeliat kamu semalam”.
”Ha…, oh iya…..nam…..” belum Dinda menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba bus yang menuju ke sekolah Dinda datang.
”Eh… tu bus kamu udah datang”.
”Oh
iya….hm… aku berangkat duluan ya…,” pamit Dinda yang dibalas dengan
senyuman teduh itu lagi. Dan rasanya langkah Dinda berat banget buat
ninggalin ”teduh” nya itu.
***
Sudah
sebulan Dinda bertemu dengan cowok pujaan hatinya itu. Tapi nggak
pernah sekalipun dia berani berkenalan dengan ”teduh”. Jangankan
berkenalan, menyapa saja dia tak berani. Sampai akhirnya suatu hari
Dinda memberanikan diri untuk berkenalan dengan ”teduh” hari ini. Tapi
orang yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Dan Dinda nggak sadar
kalo itu adalah pertemuan terakhir dengan ”teduh” nya itu.
***
Seminggu
sudah Dinda menanti sang pujaan hati, tapi ”teduh” tak kunjung
datang. Dan seminggu pula Dinda melewati hari-harinya dengan tidak
bersemangat. Berbeda saat dia baru bertemu dengan ”teduh”.
Suatu
pagi, saat ia menunggu bus untuk terakhir kalinya. Kursi yang biasa
di duduki ”teduh” sudah di duduki oleh seseorang. Tapi seseorang itu
bukan teduh melainkan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di
usianya dan mukanya juga sangat mirip dengan seseorang yang sangat
dirindukan Dinda. Tapi dari raut mukanya, tampak sekali kalo beliau
sedang bersedih. Tiba-tiba ibu itu menyapa Dinda dengan ramah:
” Lagi nunggu bis ya, Dek?” sapanya ramah
”Iya Bu….”
”Kalo anak saya masih hidup, dia mungkin duduk di sini dan nungguin bus juga kayak kamu!”
”Lho….memangnya anak ibu kemana?”
”Anak saya udah nggak ada lagi. Dia udah pergi jauh dan nggak akan pernah kembali lagi”.
”Maksud Ibu dia pindah ke luar kota ya?”
“Bukan nak, dia udah meninggal dunia”.
”Oh…maaf ya Bu….”
”Nggak apa-apa koq dek….. dia tu punya mata yang teduh sekali, setiap orang yang melihatnya pasti bakal tenang dan lega.”
”Sayang ya Bu, sayang saya tak bisa melihat mukanya. Tapi dari cerita ibu, saya ngerasa dia mirip banget ama seseorang.”
”Hm…..kebetulan saya selalu membawa fotonya.” jawab ibu itu sambil menyerahkan foto anaknya.
”Oh ya…. sebelumnya ibu ingin minta tolong sama kamu, bisa nggak kamu membantu ibu?”
”Apa yang bisa saya bantu Bu?”
”Di
belakang foto itu, anak saya menuliskan surat terakhirnya. Dan dia
berpesan agar surat itu diberikan kepada seorang cewek yang bernama
Dinda. Kalo adek kenal, saya minta tolong sekali supaya adik bisa
menyampaikannya kepada Dinda.” pesan terakhir ibu itu dan langsung
meninggalkan Dinda dengan perasaan binggung dan deg-deg-an, karena ia
takut kalo cowok itu ternyata……….
”Halo
Dinda….mungkin kamu bertanya-tanya mengapa aku tahu namamu…. itu
karena aku sengaja melihat namamu….. Andai saja aku masih hidup, ingin
rasanya aku berkenalan denganmu. Ingin rasanya aku lebih dekat
denganmu, tapi aku tak berdaya menahan sakitnya kepalaku ini. Sekarang
aku percaya dengan cinta pada pandangan pertama, karena aku ngerasa
aku sudah jatuh cinta padamu saat pertama kali kita bertemu. Tapi aku
ngggak punya keberanian buat ngungkapinnya.
Karena
kita belum saling kenal, tapi sekarang aku lega, karena sebelum aku
meninggal, aku bisa mengungkapkan perasaan ku ini, walaupun hanya lewat
sepucuk surat. Dan sekarang aku bisa meninggalkan dunia ini tanpa
beban memendam perasaan ini lagi. Terima kasih karena kamu bisa
mengajari aku tentang rasanya jatuh cinta. Dan menambahkan semangatku
untuk hidup lebih lama.
Dariku Reza”.
Saat
melihat foto dan membaca surat itu, air mata Dinda tak dapat di tahan
lagi. Ia merasa lemas saat melihat sosok pria yang memiliki mata
teduh itu. Sepasang mata yang membuatnya menanti selama sebulan.
Membuatnya rela panas-panasan menunggu angkot, dan membuatnya selalu
bersemangat melewati hari. Lalu dinda membaca surat terakhir dari
teduh
Sekarang
sosok itu hanya dapat tersenyum abadi, tapi tak dapat disentuh dan
diajak berbicara. Dan sekarang dinda hanya bisa menangis dan menyesali
kepergian ”teduh” bersama dengan rasa cintanya yang tak kan bisa
tersampaikan selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar